Bagikan:

JAKARTA - Pemberian kartu kuning oleh UNESCO terhadap Geopark Kaldera Toba menjadi sinyal penting bahwa pengelolaan taman bumi ini masih memerlukan banyak perbaikan.

Status sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark tidak hanya prestisius, tetapi juga menuntut komitmen tinggi dari para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat hingga masyarakat lokal.

Peringatan ini bukan sekadar simbolis, melainkan evaluasi menyeluruh atas kurangnya standar pengelolaan, edukasi, serta keterlibatan komunitas yang seharusnya menjadi inti dari konsep geopark.

Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, Hariyanto, mengungkapkan bahwa evaluasi dari tim penilai UNESCO menunjukkan sejumlah kelemahan mendasar. Salah satunya adalah kurangnya koordinasi antar-pihak yang terlibat dalam pengelolaan Geopark Kaldera Toba. Selain itu, partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan edukasi maupun pariwisata berkelanjutan dinilai masih sangat minim.

Tim penilai UNESCO juga menyoroti belum tersedianya standar penyampaian informasi di situs-situs geologi. Fasilitas penunjang dinilai kurang memadai dan tidak terawat, sehingga mengurangi kualitas pengalaman pengunjung. Di sisi lain, kegiatan riset yang berkelanjutan serta edukasi publik terkait kekayaan geologi, keanekaragaman hayati, dan nilai-nilai budaya juga dianggap belum optimal.

Menurut Hariyanto, kelemahan lain yang menjadi catatan adalah kurangnya keterlibatan Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark dalam forum-forum internasional yang diinisiasi UNESCO. Partisipasi semacam ini dinilai penting untuk menjaga kredibilitas dan jejaring global geopark.

“Tantangan utama dalam memenuhi rekomendasi ini adalah ketersediaan anggaran. Misalnya, untuk berpartisipasi dalam kegiatan pada September 2025 di Chili, dibutuhkan biaya besar,” jelasnya.

Ia menambahkan pelatihan-pelatihan internasional yang diselenggarakan di negara seperti Prancis, Yunani, Jepang, dan Maroko juga memerlukan dukungan dana agar perwakilan dari pengelola taman bumi bisa berpartisipasi secara aktif.

Geopark Kaldera Toba mendapatkan kartu kuning dalam forum UNESCO Global Geopark yang digelar di Maroko pada 4–5 September 2023. Peringatan tersebut bukan berupa dokumen formal, tetapi lebih kepada masa evaluasi ulang selama dua tahun yang diberikan agar pengelola dapat memperbaiki berbagai aspek yang belum memenuhi standar.

“Kartu kuning menunjukkan bahwa visibilitas geosite masih rendah dan diperlukan peningkatan agar masyarakat lebih memahami nilai penting geopark ini,” kata Hariyanto.

Sebagai tindak lanjut, Kementerian Pariwisata bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta Badan Pengelola Geopark melakukan berbagai upaya perbaikan. Salah satu langkah konkret adalah pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp56,6 miliar pada 2024 yang diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur fisik dan kegiatan pendukung nonfisik di kawasan Danau Toba.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga telah menginstruksikan dinas terkait untuk memberikan dukungan maksimal dalam pembenahan Geopark Kaldera Toba. Hariyanto memastikan bahwa sinergi antara pemerintah daerah, pusat, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mempertahankan status geopark tersebut.

“Pemerintah daerah di sekitar Danau Toba menyatakan komitmennya untuk mempercepat peningkatan aspek manajemen, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal sesuai arahan UNESCO,” tegasnya.

Selain Geopark Kaldera Toba, beberapa geopark lain di dunia juga menerima kartu kuning pada tahun yang sama, termasuk Gua Zhijindong di Tiongkok, Taman Nasional Regional Luberon di Prancis, Madonie di Italia, serta Colca y Volcanes de Andagua di Peru.