Bagikan:

JAKARTA - Akhir pekan ini pemberitaan ramai tentang kasus judi online, terutama mengenai isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyebut nama Budi Arie Setiadi. Dakwaan terhadap empat terdakwa tersebut sebenarnya sudah dibacakan dalam sidang perdana pada Rabu, 14 Mei 2025, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sejumlah media baru menayangkan ceritanya sejak Jumat yang lalu, yakni mengenai alokasi sogokan untuk Menkominfo RI (kala itu) Budi Arie Setiadi yang dipersiapkan oleh para terdakwa. Kini, Budi Arie menjabat sebagai Menteri Koperasi. Karena namanya disebut dalam surat dakwaan, langsung dipilih menjadi tema berita.

Menurut Sekjen DPP Relawan Pro Jokowi (Projo) Handoko pemberitaan yang bergulir akhir pekan ini adalah sebuah upaya jahat menyudutkan Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi yang kini sedang berada di Roma Italia untuk menjalankan tugas Presiden Prabowo menghadiri pelantikan Paus Leo XIV. “Saya menanggapi agar berita tersebut tidak menjadi bahan framing jahat atau bahkan persepsi liar bahwa Budi Arie Setiadi, yang juga Ketua Umum DPP Projo, terlibat dan menerima sogokan duit haram judi online. Publik bisa mengecek fakta dan pemberitaan bagaimana Budi Arie berada di garis depan memberantantas judi online selama menjabat Menkominfo,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima VOI Minggu 18 Mei.

Ia melanjutkan bahwa dalam surat dakwaan yang ditulis di media massa jelas disebutkan bahwa alokasi sogokan untuk tidak memblokir sejumlah situs judi online adalah kesepakatan para terdakwa. Surat dakwaan menyebut para terdakwa mengalokasikan 50 persen untuk Budi Arie. Sedangkan sisanya dengan prosentase berbeda untuk para terdakwa.

Menurut Handoko nama Budi Arie tak ada dalam dakwaan. “Dakwaan JPU tidak menyebutkan Budi Arie tahu, apalagi menerima uang haram tersebut. Faktanya, memang Budi Arie tidak tahu soal pembagian sogokan itu, apalagi menerimanya baik sebagian maupun keseluruhan. Kesaksian itu juga yang dijelaskannya ketika dimintai keterangan oleh penyidik Polri,” tegasnya.

Bagi dia ini adalah upaya menydutkan. “Framing jahat untuk menghancurkan seseorang biasanya dibangun dari informasi atau data yang tidak utuh, ditambah pesan subyektif insinuatif. Lalu digabungkan dengan informasi-informasi yang tidak berkaitan dengan inti permasalahan. Tujuannya, agar khalayak mengikuti atau mengamini kemauan aktor pembuat framing,” paparnya.

Ia ingin masyarakat menerima informasi secara utuh. “Keutuhan informasi menjadi penting untuk memahami persoalan. Maka penjelasan ini saya sampaikan agar publik memahami. Stop narasi sesat dan framing jahat untuk mendiskreditkan siapapun, termasuk bagi Budi Arie Setiadi. Kegaduhan akibat pembelokkan fakta sangat merugikan masyarakat. Hanya kecurigaan dan sesat pikir atau salah tuduh yang akan diperoleh, alih-alih mendapatkan kebenaran serta keadilan,” harapnya.

Handoko berharap proses hukum bisa berjalan dengan baik dan publik diminta menunggu perkara ini usai. “Proses hukum sedang berjalan di pengadilan yang terbuka untuk umum. Sumber-sumber informasi yang valid, misalnya penjelasan penegak hukum melalui media yang menjunjung tinggi obyektifitas dan independensi, sangat mudah diakses oleh masyarakat. Jangan belokkan fakta hukum dengan asumsi yang tidak faktual, apalagi framing jahat untuk membunuh karakter Budi Arie Setiadi,” pungkasnya.