Bagikan:

JAKARTA - Bekantan (Nasalis larvatus), primata endemik Kalimantan yang kini terancam punah, menjadi pusat perhatian dalam berbagai upaya konservasi, salah satunya di Pulau Curiak, Kalimantan Selatan.

Habitat alami bekantan yang kian terdesak oleh alih fungsi lahan membuat konservasi menjadi langkah penting demi mempertahankan keberlangsungan hidup primata berhidung panjang ini.

Di Pulau Curiak, upaya pemulihan ekosistem lahan basah dan pelestarian bekantan telah menarik perhatian peneliti dari berbagai negara, termasuk Jepang.

Salah satu tim peneliti dari Universitas Utsunomiya, Jepang, yang dipimpin oleh Associate Professor Futoshi Ishiguri, bersama dua rekannya, Ikumi Nezu dan Hikari Yokoyama, melakukan kunjungan ilmiah ke Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala.

Tujuan mereka adalah mempelajari pendekatan konservasi berbasis ekosistem yang telah diterapkan di sana.

Dr. Amalia Rezeki, pendiri Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), menyampaikan bahwa para peneliti Jepang sangat terkesan dengan kondisi fasilitas penelitian serta kelestarian lahan basah di Pulau Curiak. "Mereka tertarik mendalami bagaimana pendekatan konservasi di sini diterapkan secara langsung untuk menjaga bekantan dan habitatnya," ujarnya di Banjarmasin, seperti dikutip ANTARA.

Dalam kunjungan tersebut, Futoshi Ishiguri berkesempatan menyaksikan secara langsung kehidupan kawanan bekantan di habitat alaminya. Primata ini merupakan ikon fauna Kalimantan Selatan yang hidup di kawasan pesisir dan hutan bakau.

Amalia Rezeki, yang juga dosen di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), berharap kerja sama antara ULM dan Universitas Utsunomiya dapat berkembang lebih lanjut, khususnya dalam bidang penelitian lahan basah dan mitigasi dampak perubahan iklim.

Prof. Sunardi, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ULM, yang turut menyambut delegasi Jepang, menekankan pentingnya peran Stasiun Riset Bekantan sebagai pusat pengembangan ilmu dan pelestarian lingkungan.

"Pulau Curiak adalah wilayah penting dalam upaya menjaga flora dan fauna yang kian langka. Merupakan tanggung jawab kita bersama untuk melindunginya," tegasnya.

Sunardi menambahkan bahwa ULM bersama Universitas Utsunomiya akan mengupayakan kerja sama penelitian lintas negara guna mengembangkan pendekatan konservasi yang lebih efektif.

Futoshi Ishiguri mengaku terkesan dengan program restorasi lahan basah yang digagas Amalia dan timnya. Ia menyatakan kekagumannya terhadap keberhasilan mereka dalam menanam berbagai jenis pohon dan menciptakan habitat alami yang menarik bagi satwa liar.

“Saya melihat betapa manusia bisa menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan ekologi di sini,” tuturnya.