JAKARTA – Sejarah hari ini, tiga tahun yang lalu, 16 Maret 2022, wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat tiga periode sebagai Presiden Indonesia jadi polemik. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang jadi alat politik Jokowi menolak wacana Jokowi tiga periode yang mencederai demokrasi.
Sebelumnya, pandemi COVID-19 membawa nestapa bagi segenap bangsa Indonesia. Kondisi duka itu coba dimanfaatkan pembisik Jokowi untuk menunda Pemilu. Spanduk dan baliho Jokowi tiga periode pun muncul secara serentak di mana-mana.
Jokowi dan PDIP adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. PDIP kerap hadir dalam perjalanan karier Jokowi di dunia politik. PDIP jadi kendaraan politik Jokowi yang ampuh kala menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden Indonesia.
Jokowi pun dianggap sebagai petugas partai yang penurut. Apa saja yang diinginkan partai akan dikerjakannya. Kondisi itu berubah kala COVID-19 melanda Indonesia. Penyebaran virus dari Wuhan membuat ekonomi Indonesia hancur lebur.
Indonesia pun terus mencoba memutus rantai penyebaran virus Korona. Masalah muncul. Indonesia kelabakan. Masalah itu wajar-wajar saja karena dunia saja kelabakan. COVID-19 bahkan membuat gairah politik berkurang. Banyak di antara negara memilih menunda pemilu.
BACA JUGA:
Isu penundaan pemilu mulai jadi bahasan para pembisik Jokowi – menteri Kabinet Indonesia Maju. Mereka menyarankan penundaan pemilu demi menaikkan hajat hidup rakyat. Nyatanya keinginan itu bak dibungkus pula dengan keinginan supaya Jokowi berkuasa tiga periode.
Rakyat punya responsnya sendiri terkait keinginan Jokowi tiga periode. Ada pro dan kontra memang. Namun, PDIP sebagai partai yang jadi alat politik Jokowi memilih untuk tak mendukung niatan Jokowi tiga periode.
PDIP pun mencurigai jajaran jokowi – Menteri-menteri bertindak seperti seorang Harmoko pada Orde Baru. PDIP meyakini ide Jokowi tiga periode bukan keinginan rakyat Indonesia.
"Jangan-jangan ada Harmoko kedua, big mouth juga dari omong kosong. Jangan-jangan ini ada Harmoko kedua ini, yang enggak perlu saya sebut, diraba-raba aja kayaknya. Dengan tadi datang sebagai aspirasi rakyat secara luas atau hanya datang dari kemauan elite.”
“Agar apa? Agar kita tidak selalu dalam keadaan darurat terus, situasi yang transisional terus. Sejatinya demokrasi itu adalah dialog, bukan top down, bukan gaya ngatur-ngatur, bukan hanya omong kosong. Semoga saya singgung lagi, tidak terjebak dengan menteri ala Harmoko jilid dua," ujar Politikus PDIP, Masinton Pasaribu sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 15 Maret 2022.

Tuduhan PDIP terkait adanya 'Harmoko' di balik keinginan Jokowi tiga periode pun mencuat dengan kehadiran spanduk dan baliho di berbagai daerah pada 16 Maret 2022. Baliho itu berisi pesan Jokowi tiga periode.
Spanduk itu dianggap bukan dari swadaya rakyat, tapi dar elite politik. Elite politik sengaja menebar baliho Jokowi tiga periode dengan alasan supaya Indonesia bangkit dari pandemi. Keinginan itu mendapatkan kecaman di mana-mana. Pandemi dianggap tameng saja. Sebab, Jokowi dan kroninya hanya peduli urusan kekuasaan belaka.
“Di bawah permukaan pasti by design. Ini –bertebarannya spanduk dan baliho Jokowi tiga periode-- jelas sistematis, ada yang menggerakkan. Ada kesan Presiden Jokowi tak mau membiarkan penggantinya ogah melanjutkan proyek IKN setelah ia lengser,” ungkap Pengamat Politik dari Universitas Airlangga, Ariwibowo sebagaimana dikutip laman tempo.co, 16 Maret 2022.