Bagikan:

JAKARTA - Satu Naskah karya Putu Wijaya berjudul Dag Dig Dug kembali dipentaskan oleh kelompok Teater Populer pada Jumat, 24 Januari, di gedung Teater Salihara, Jakarta. Tepat pukul 20.00 WIB lakon yang ditangani oleh sutradara sekaligus aktor kawakan dan salah satu pendiri Teater Populer yaitu Slamet Rahardjo Djarot dimulai.

Drama ini memotret kehidupan manusia, diawali cerita sepasang suami-istri berusia lanjut namun tidak dikaruniai seorang anak dan mengelola rumah indekosan di rumah besar mereka. Persoalan muncul kala diperoleh telegram bahwa salah satu mahasiswa yang pernah indekos di rumah mereka bernama Chaerul Umam, seorang yang dikenal ramah dan baik hati dikabarkan mati tertabrak dalam kecelakaan di jalan. Pasangan suami-istri itu merasa terpukul dengan kematian Chaerul Umam, namun juga berpura-pura mengenal dengan baik mahasiswa tersebut.

Persoalan mulai muncul ketika datang dua utusan (diperankan oleh Reza Rahadian dan Donny Damara) yang membawa uang santunan, namun ternyata jumlahnya tidak sama dengan yang tertera pada kwitansi tanda terima. Konflik lain diantara pasangan suami-istri ini juga timbul mengenai akan digunakan untuk apa dana itu.

Kecurigaan, rasa marah, emosi, dan penderitaan mencuat lewat pertikaian dan keributan-keributan kecil di antara mereka berdua dan orang-orang di sekelilingnya, di antaranya dengan Cokro, seorang pembantu rumah tangga yang selalu menjadi pihak yang ditindas oleh majikannya.

Dag Dig Dug karya Putu Wijaya merupakan sebuah drama yang tak lekang oleh zaman dengan memotret kegelisahan manusia dalam menghadapi absurditas kehidupan. Drama ini menampilkan ironi, ketegangan, dan intimidasi di kehidupan manusia. Slamet Rahadjo membuat perubahan kecil dari naskah asli, namun tetap menampilkan nyawa dari cerita utamanya. Untuk hal ini sedikitnya ia membuat sampai tiga kali revisi.

"Lakon ini sangat relevan dengan situasi mutakhir, bukankah belakangan ini kita sering dibuat deg-degan?" kata Slamet Rahardjo Djarot usai pementasan.

"Bagi saya teater adalah rumah, dan pementasan ini membawa saya kembali ke rumah, yaitu teater. Usia adalah anugerah dan saya tidak ingin usia menjadi kendala, karena sebagai pemain teater, saya menghafal 47 halaman,” tambahnya.

Dag Dig Dug menampilkan berbagai situasi yang akan membuat penikmatnya merenung dan tertawa getir menghadapi semacam kekacauan yang terjadi dalam diri manusia dan sekitarnya. Dialog terkadang tanpa ujung pangkal dan sebagian terasa dituturkan bukan kepada lawan main, melainkan kepada penonton. lebih tepatnya kepada situasi sekarang.

Slamet Rahardjo tampil bersama Niniek L. Karim membawakan peran utama sebagai pasangan lanjut usia. Keduanya juga pernah terlibat pada lakon yang sama, dan juga dimainkan oleh Teater Populer pada tahun 1977 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, juga disutradarai oleh Slamet Rahardjo. Pada waktu itu keduanya masih berumur 28 tahun. Artinya, mereka kembali di pentas dan lakon yang sama setelah 48 tahun berselang.

"Saya menerima tantangan akting ini, bukan saja karena naskahnya menarik, tetapi juga penghormatan saya atas Teguh Karya, selaku pendiri Teater Populer. Kalau tidak karena jasa beliau, saya tidak akan menjadi seperti sekarang," tutur Niniek L. Karim, yang dikenal juga sebagai pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Selain menampilkan Slamet Rahardjo, Niniek L. Karim, Donny Damara, dan Reza rahadian. Pementasan ini juga menghadirkan Jose Rizal Manua, Kiki Narendra, dan Onkar Sadawira Pentas Dag Dig Dug ini juga diproduseri oleh Paquita Wijaya dan Samuel Wattimena, dengan Taba Sanchabakhtiar selaku co produser.

Pementasan ini juga merupakan debut Paquita Widjaja sebagai produser. Ia memulai karir di bidang seni sebagai penyanyi pada tahun 1980, dan kemudian membintangi sejumlah film, tentunya tidak pernah akan lupa dengan drama yang diproduksi Teater Populer pada periode akhir Teguh Karya berkarya, yaitu Perhiasan Gelas, sebuah lakon saduran dari Tennesse Williams, dimana Paquita Widjaja menjadi salah satu pemain utamanya.

Pada saat diminta Slamet Rahadjo dan Niniek L. Karim untuk menjadi produser, Paquita melihat ini sebagai kesempatan untuk mengembalikan kebaikan kepada Teater Populer, karena dia sempat bergabung pada generasi terakhir.

"Keterlibatan saya di pementasan ini semacam tanggung jawab saya agar Teater Populer hidup kembali. Saya sangat bersyukur mendapat banyak bantuan dari pemain, penata artistik, penata cahaya, manajer panggung, yang notabene bukan dari Teater Populer. Tapi mereka bersedia karena penghormatan mereka terhadap Teater Populer," kata Paquita Widjaja, yang mengenyam pendidikan seni di Parsons School of Design, New York, Amerika Serikat.

Pementasan lakon Dag Dig Dug ini dipersembahkan oleh Bakti Budaya Djarum Foundation bekerjasama dengan AP Production juga akan digelar pada Sabtu, 25 Januari dan Minggu, 26 Januari mulai pukul 19.00 WIB di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta.

"Teater Populer yang telah berdiri sejak 1968 ini merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah seni pertunjukan di Indonesia, dan penting untuk kita dukung agar Teater Populer dapat terus berkreasi dalam melestarikan nilai-nilai budaya dan seni yang bermakna bagi masyarakat Indonesia,” ujar Renitasari Adrian selaku Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Lakon Dag Dig Dug ini pertama kali dipentaskan oleh Teater Populer pada 1977 dan telah ditampilkan dengan berbagai pendekatan yang menggugah dalam beberapa dekade terakhir. “Pementasan kembali lakon ini sekaligus merayakan kembali karya Putu Wijaya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah  pemikiran dan perasaan penonton," pungkasnya.