Bagikan:

JAKARTA - Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) kini memainkan peran penting dalam sektor kesehatan, khususnya dalam memerangi kanker.

Melalui kemampuan analitik yang tinggi dan akurasi yang terus ditingkatkan, AI telah menjadi alat pendukung penting untuk mempercepat diagnosis, menentukan terapi yang paling efektif, dan meningkatkan kualitas pengobatan bagi pasien kanker.

Menanggapi tingginya angka kasus kanker di Indonesia, pemerintah menggandeng dua pihak strategis—Perthera dan Pathgen Diagnostik Teknologi untuk mendorong transfer teknologi berbasis AI. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat deteksi dini dan meningkatkan efektivitas penanganan penyakit kanker di dalam negeri.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan urgensi langkah ini. Ia menyatakan bahwa jika tidak diantisipasi, jumlah kasus kanker diperkirakan melonjak lebih dari 70 persen pada tahun 2050. Saat ini saja, terdapat sekitar 400 ribu kasus baru setiap tahun, dengan lebih dari separuhnya berujung pada kematian.

“Kini teknologi sudah berkembang pesat. Dengan kemampuan deteksi dini yang lebih akurat, masyarakat perlu lebih sadar pentingnya pemeriksaan sejak awal. Ini bukan hanya soal pengobatan, tapi juga edukasi,” ujar Budi di Jakarta, Selasa, seperti dikutip ANTARA.

Teknologi AI, menurut CEO Pathgen Diagnostik Teknologi, Dr. Susanti, dapat meningkatkan peluang hidup pasien kanker hingga 2,5 kali lipat. Selain itu, pendekatan ini mampu menurunkan biaya pengobatan secara signifikan karena terapi yang diberikan lebih tepat sasaran.

"Dengan sistem berbasis AI, kita bisa menurunkan beban biaya hingga 30 persen karena tidak ada lagi kesalahan dalam pemilihan obat. Harapannya teknologi ini bisa digunakan secara luas di Indonesia, agar seluruh pasien, termasuk peserta BPJS, mendapat akses yang sama terhadap deteksi dini dan pengobatan yang tepat," jelasnya.

Dr. Susanti juga menegaskan komitmen pihaknya untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pasien kanker di Indonesia yang berjuang tanpa akses terhadap pengobatan yang layak dan harapan untuk sembuh.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia, menambahkan bahwa teknologi ini bekerja dengan mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber medis. AI akan membantu mempercepat proses diagnosis tanpa menggantikan peran dokter, dan akan memberikan rekomendasi pengobatan berdasarkan pola dan tahapan penyakit.

“Dalam kasus kanker, biasanya terdapat banyak tahapan dari diagnosis hingga terapi. AI bisa mempercepat pengambilan keputusan dari proses yang tadinya panjang, menjadi lebih efisien dan tepat,” ujarnya.

Rizka juga menekankan bahwa teknologi ini akan mulai diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk bagi pasien yang tercakup dalam program BPJS Kesehatan, demi pemerataan layanan dan efisiensi pembiayaan nasional di sektor onkologi.