Bagikan:

JAKARTA - Kremlin pada Hari Selasa menolak keputusan yang dinilai bias dari dewan penerbangan PBB, yang menilai Rusia bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat Malaysia Airlines (MH17) di atas Ukraina pada tahun 2014 yang menewaskan seluruh 298 penumpang dan awak pesawat.

"Posisi kami sudah diketahui dengan baik. Anda tahu bahwa Rusia bukanlah negara yang ikut serta dalam penyelidikan insiden ini, jadi kami tidak menerima kesimpulan yang bias," ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, melansir Reuters 13 Mei.

Malaysia Airlines Penerbangan MH17 berangkat dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur pada 17 Juli 2014, dan ditembak jatuh di atas wilayah timur Ukraina, ketika pertempuran berkecamuk antara separatis pro-Rusia dan pasukan Ukraina.

Para korban termasuk 196 warga negara Belanda dan 38 warga negara atau penduduk Australia.

Diberitakan sebelumnya, Dewan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) pada Hari Selasa meminta pertanggungjawaban Rusia atas penembakan jatuh pesawat Malaysia Airlines Penerbangan 17 (MH17) di atas Ukraina lebih dari satu dekade lalu, keputusan yang dapat membuka jalan bagi kompensasi bagi keluarga dari 298 korban.

Penyelidikan internasional yang dipimpin Belanda menyimpulkan pada tahun 2016, pesawat yang lepas landas dari Amsterdam, Belanda menuju Kuala Lumpur, Malaysia itu ditembak jatuh pada tanggal 17 Juli 2014, dari wilayah Ukraina yang dikuasai oleh pemberontak separatis menggunakan sistem rudal Buk yang dikirim dari Rusia.

Dewan tersebut menemukan Rusia telah melanggar Konvensi Penerbangan Sipil Internasional, yang dikenal sebagai Konvensi Chicago, yang mengharuskan negara-negara "menahan diri untuk tidak menggunakan senjata terhadap pesawat sipil dalam penerbangan."

Ini adalah pertama kalinya dewan, yang mewakili 193 negara anggota, memutuskan perselisihan antara pemerintah.

Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp mengatakan, dewan akan mempertimbangkan masalah ganti rugi dalam beberapa minggu.

"Dalam konteks itu, Belanda dan Australia meminta Dewan ICAO memerintahkan Federasi Rusia untuk mengadakan negosiasi dengan Belanda dan Australia, dan agar Dewan memfasilitasi proses ini," kata Menlu Veldkamp dalam sebuah pernyataan, melansir Daily Sabah.

"Hal terakhir ini penting untuk memastikan bahwa negosiasi dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan jadwal tertentu, dan bahwa negosiasi tersebut akan menghasilkan hasil yang nyata," tambahnya.

Pada November 2022, hakim Belanda menghukum dua pria Rusia dan seorang pria Ukraina secara in absentia atas tuduhan pembunuhan atas peran mereka dalam serangan itu.

Moskow menyebut keputusan itu "memalukan" dan mengatakan tidak akan mengekstradisi warganya.